A.
Status
Manusia Mulia.
Dalam bab pertama kita sudah membahas tentang
manusia yang adalah peta dan teladan Allah. Dalam status itu manusia sedang
berada pada tahap yang paling tinggi dan sedemikian indah serta mulia adanya,
sebab manusia adalah bersih, suci, kudus, mulia dan penuh dengan bahagia serta
relasi yang begitu dekat dengan Tuhan Allah. Keberadaan manusia didalam status
mulia, manusia memiliki cinta kasih kepada Allah, setiap hari Allah mengajar
manusia, setiap hari Allah berjalan dengan manusia, setiap hari Allah
mengetahui kedalam hati manusia. Status mulia ini adalah status yang didalamnya
manusia memiliki potensi melebihi potensi mahkluk lainnya.
Status manusia yang mulia juga mempunyai unsur
teladan Allah, kehadiran diri Allah, kemiripan dengan Tuhan Allah, memiliki
beberapa sifat yang dapat saya simpulkan didalam bab pertama yaitu manusia
memiliki sifat cinta kasih, keadilan dan kebenaran. Status ini tidak dimiliki
oleh mahkluk lainnya, melainkan hanya manusia. Apakah manusia dalam status ini
memiliki kebudayaan? Ada, kebudayaan itu murni dan sejati adanya. Kebudayaan
itu dilihat dari tindakan manusia dalam kesehariannya berinteraksi kepada Tuhan
Allah, dirinya sendiri, sesamanya dan dengan alam semesta serta mahkluk lainnya
baik yang diatas dan yang dibawah. Saat Adam dan Hawa di Taman Eden, saya
membayangkan mereka menjalin hubungan cinta kasih yang begitu indah, baik cinta
kasih kepada Tuhan Allah dan kepada keduanya sama-sama saling memiliki cinta
kasih. Maka status manusia yang mulia itu adalah status yang bersih tanpa cela.
B. Manusia dan Iman.
Apa maksud Allah mewahyukan iman kepada setiap
manusia? Jawabannya ialah agar manusia memiliki suatu keyakinan yang mutlak.
Membicarakan tentang iman adalah membicarakan hubungan manusia dengan Tuhan
Allah juga. Iman itu tidak akan ada jikalau Allah tidak memberikannya kepada
manusia, iman seperti apa yang Tuhan berikan pertamakali kepada manusia? Iman
kepercayaan kepada Tuhan Allah bahwa Tuhan Allah itu ada. Stephen Tong
mengatakan “iman adalah suatu pengarahan rohani kepada Tuhan kembali.”[1]Kaitan
manusia dengan iman tidak boleh dilepas, setiap manusia sudah diberikan iman,
iman yang sejati adalah iman dimana manusia sungguh-sungguh berpegang pada
keyakinannya bahwa Tuhan adalah oknum tertinggi dan paling mulia dari dirinya.
Suatu agama yang dibangun atas doktrin tidak dapat disebut agama bila agama
tersebut tidak membicarakan iman. Iman merupakan keyakinan dimana Allah
bereksistensi diatas ruang yang melampui akal perasaan manusia, inilah iman. Sejak
manusia masih dalam status mulia iman yang ada dalam diri manusia itu iman yang
sejati dan murni adanya, maka manusia tidak boleh melepaskan unsur mutlak ini
dari dalam dirinya.
C. Manusia dan Rasio.
Dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia kita telah
melihat perjalanan hidup manusia yang disebut mahkluk rasio. Manusia bukan saja
manusia yang mulia didalam statusnya melainkan manusia merupakan mahkluk yang
berpikir dengan menggunakan rasionya. Inilah bedanya manusia dengan binatang.
Stephen Tong mengatakan didalam bukunya “teori evolusi berusaha mencari
persamaan antara manusia dan binatang. Teologi justru berusaha menyatakan
perbedaan antara manusia dan binatang. Alkitab telah memberikan pengertian
tentang diri manusia yang sedemikian tuntas dan jelas, sehingga hak asasi
manusia akan dihargai, jika manusia betul-betul mengerti. Manusia adalah
manusia, binatang adalah binatang.”[2]
Manusia yang memiliki kemampuan berpikir dan berintelektual ini adalah manusia
yang mampu membedakan segala sesuatu tentang dirinya dengan mahkluk lain. Dalam
pemikiran Mencius (371-288), ia memiliki suatu gaya corak pikiran mengenai
manusia ia mengatakan “semua orang berpikir secara mendalam pasti memikirkan
apakah dan siapakah sebenarnya manusia itu” ketika saya meneliti sejarah
pandangan Mencius ini saya menyadari bahwa dari sejak zaman dahulu kala, baik
kebudayaan Barat dan Timur sudah berusaha merumuskan perbedaan antara manusia
dan binatang dengan semua mahkluk lain. Oleh karena itu, didalam kebudayaan
Timur Mencius sebagai penerus Konfusius (551-479), menegaskan bahwa manusia
berbeda dari binatang karena manusia memiliki hati nurani dan pikiran (rasio).
Manusia memiliki rasio, bintang memiliki insting.
Setelah membahas ketiga hal diatas
dimana manusia sebagai manusia yang memiliki status mulia, kini saya akan
membahas keberadaan status manusia didalam keberdosaan.
D. Status Manusia Berdosa.
Dalam status yang tadinya mulia dan indah serta
relasi yang baik dengan Tuhan Allah yang segala sesuatunya itu baik adanya,
kini akhirnya manusia terjerumus kedalam pengajaran setan yang membawa manusia
itu jatuh kedalam dosa. Status yang tadinya mulia kini menjadi rusak dan
manusia kehilangan status sebagai mahkluk yang mulia lagi, namun tidak
mengurangi keberadaan dirinya dalam status sebagai peta dan teladan Allah. Kerusakan
yang terjadi mencakup banyak aspek dan nilai-nilai moralitas serta kebudayaan
manusia.
E. Status yang Rusak.
Dalam status yang berdosa ini maka saya menggunakan
status yang rusak didalam diri manusia, sebab ketika manusia mengalami
kejatuhan manusia bukan saja merusak diri, melainkan merusak seluruh sistem
nilai kemanusiaannya dihadapan Tuhan Allah. Dalam status yang rusak itulah
manusia mulai menyimpang dari kebenaran yang sejati. Kebenaran yang sejati
tidak ada lagi didalam diri sebab kebenaran sejati itu sudah rusak dan
mengalami distorsi dosa. Suatu hari saya merasa diri saya sudah mandi, setelah
mandi saya merasa bersih, tapi ketika saya mulai membersihkan parit maka semua
anggota tubuh saya dan saya terserang penyakit, maka inilah namanya rusak
kebersihan saya dan mengalami pencemaran lingkungan dalam diri saya, akhirnya
saya kena penyakit. Maka saya rusak. Ketika status itu rusak, maka akhirnya
inilah sebagai contoh bagi kita sebagai manusia yang telah mengalami status
rusak. John Calvin mengatakan “manusia yang telah berdosa telag mengalami
kerusakan total”[3] dengan istilah tersebut ia
menggambarkan bahwa manusia itu sangat rusak sekali, dalam keadaan status rusak
maka manusia merusak hubungan dia sendiri dengan Tuhan Allah.
F. Kebudayaan dan Agama.
Munculnya kebudayaan ketika manusia membiasakan diri
hidup bergaul dengan Tuhan Allah dan alam. Tetapi kita telah melihat kerusakan
status akibat dari dosa ternyata merusak sistem kebudayaan manusia antara Allah
dan dengan alam juga. Tadinya kebudayaan itu baik, dan sistem perjalanan dari
budaya kepada kebudayaan itu baik serta teratur, namun kini telah rusak.
Manusia merusak, manusia melawan perintah dari Sang Pencipta. Akibat kerusakan
itu maka manusia mulai takut kepada Tuhan Allah dan akhirnya bersembunyi, maka
Tuhan datang mencari manusia yang berdosa itu untuk meminta pertanggungjawaban,
tetapi mereka tidak bisa, maka Allah mendatangkan kutuk yang sampai hari ini
dijalani oleh manusia. Kebudayaan yang telah rusak maka akhirnya manusia
berusaha mencari Tuhan Allah dengan bermacam cara untuk mengembalikan hubungan
itu kembali, maka manusia menciptakan agama. Pikir manusia dengan adanya agama
maka manusia bisa bertemu dengan Tuhan Allah. namun sepanjang sejarah kita
telah melihat keadaan manusia yang hidup beragama nyatanya tetap tidak bisa
menemukan Tuhan Allah dengan cara itu. Maka akhirnya tidak ada cara lain,
sesuai dengan janji-Nya Tuhan Allah (Kej. 3:15), maka Allah mendatangkan
Kristus. Dalam Kristus itu Allah sendiri yang datang untuk menjelma menjadi
manusia agar manusia bisa bertemu dengan Tuhan Allah. Barangsiapa percaya
kepada Kristus maka ia akan bertemu dengan Yesus dan diselamatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar