Minggu, 06 April 2014

MANUSIA MULIA & MANUSIA BERDOSA, Ryan Frinandoe



A.   Status Manusia Mulia.
Dalam bab pertama kita sudah membahas tentang manusia yang adalah peta dan teladan Allah. Dalam status itu manusia sedang berada pada tahap yang paling tinggi dan sedemikian indah serta mulia adanya, sebab manusia adalah bersih, suci, kudus, mulia dan penuh dengan bahagia serta relasi yang begitu dekat dengan Tuhan Allah. Keberadaan manusia didalam status mulia, manusia memiliki cinta kasih kepada Allah, setiap hari Allah mengajar manusia, setiap hari Allah berjalan dengan manusia, setiap hari Allah mengetahui kedalam hati manusia. Status mulia ini adalah status yang didalamnya manusia memiliki potensi melebihi potensi mahkluk lainnya.
Status manusia yang mulia juga mempunyai unsur teladan Allah, kehadiran diri Allah, kemiripan dengan Tuhan Allah, memiliki beberapa sifat yang dapat saya simpulkan didalam bab pertama yaitu manusia memiliki sifat cinta kasih, keadilan dan kebenaran. Status ini tidak dimiliki oleh mahkluk lainnya, melainkan hanya manusia. Apakah manusia dalam status ini memiliki kebudayaan? Ada, kebudayaan itu murni dan sejati adanya. Kebudayaan itu dilihat dari tindakan manusia dalam kesehariannya berinteraksi kepada Tuhan Allah, dirinya sendiri, sesamanya dan dengan alam semesta serta mahkluk lainnya baik yang diatas dan yang dibawah. Saat Adam dan Hawa di Taman Eden, saya membayangkan mereka menjalin hubungan cinta kasih yang begitu indah, baik cinta kasih kepada Tuhan Allah dan kepada keduanya sama-sama saling memiliki cinta kasih. Maka status manusia yang mulia itu adalah status yang bersih tanpa cela.

B.   Manusia dan Iman.
Apa maksud Allah mewahyukan iman kepada setiap manusia? Jawabannya ialah agar manusia memiliki suatu keyakinan yang mutlak. Membicarakan tentang iman adalah membicarakan hubungan manusia dengan Tuhan Allah juga. Iman itu tidak akan ada jikalau Allah tidak memberikannya kepada manusia, iman seperti apa yang Tuhan berikan pertamakali kepada manusia? Iman kepercayaan kepada Tuhan Allah bahwa Tuhan Allah itu ada. Stephen Tong mengatakan “iman adalah suatu pengarahan rohani kepada Tuhan kembali.”[1]Kaitan manusia dengan iman tidak boleh dilepas, setiap manusia sudah diberikan iman, iman yang sejati adalah iman dimana manusia sungguh-sungguh berpegang pada keyakinannya bahwa Tuhan adalah oknum tertinggi dan paling mulia dari dirinya. Suatu agama yang dibangun atas doktrin tidak dapat disebut agama bila agama tersebut tidak membicarakan iman. Iman merupakan keyakinan dimana Allah bereksistensi diatas ruang yang melampui akal perasaan manusia, inilah iman. Sejak manusia masih dalam status mulia iman yang ada dalam diri manusia itu iman yang sejati dan murni adanya, maka manusia tidak boleh melepaskan unsur mutlak ini dari dalam dirinya.

C.   Manusia dan Rasio.
Dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia kita telah melihat perjalanan hidup manusia yang disebut mahkluk rasio. Manusia bukan saja manusia yang mulia didalam statusnya melainkan manusia merupakan mahkluk yang berpikir dengan menggunakan rasionya. Inilah bedanya manusia dengan binatang. Stephen Tong mengatakan didalam bukunya “teori evolusi berusaha mencari persamaan antara manusia dan binatang. Teologi justru berusaha menyatakan perbedaan antara manusia dan binatang. Alkitab telah memberikan pengertian tentang diri manusia yang sedemikian tuntas dan jelas, sehingga hak asasi manusia akan dihargai, jika manusia betul-betul mengerti. Manusia adalah manusia, binatang adalah binatang.”[2] Manusia yang memiliki kemampuan berpikir dan berintelektual ini adalah manusia yang mampu membedakan segala sesuatu tentang dirinya dengan mahkluk lain. Dalam pemikiran Mencius (371-288), ia memiliki suatu gaya corak pikiran mengenai manusia ia mengatakan “semua orang berpikir secara mendalam pasti memikirkan apakah dan siapakah sebenarnya manusia itu” ketika saya meneliti sejarah pandangan Mencius ini saya menyadari bahwa dari sejak zaman dahulu kala, baik kebudayaan Barat dan Timur sudah berusaha merumuskan perbedaan antara manusia dan binatang dengan semua mahkluk lain. Oleh karena itu, didalam kebudayaan Timur Mencius sebagai penerus Konfusius (551-479), menegaskan bahwa manusia berbeda dari binatang karena manusia memiliki hati nurani dan pikiran (rasio). Manusia memiliki rasio, bintang memiliki insting.
            Setelah membahas ketiga hal diatas dimana manusia sebagai manusia yang memiliki status mulia, kini saya akan membahas keberadaan status manusia didalam keberdosaan.

D.   Status Manusia Berdosa.
Dalam status yang tadinya mulia dan indah serta relasi yang baik dengan Tuhan Allah yang segala sesuatunya itu baik adanya, kini akhirnya manusia terjerumus kedalam pengajaran setan yang membawa manusia itu jatuh kedalam dosa. Status yang tadinya mulia kini menjadi rusak dan manusia kehilangan status sebagai mahkluk yang mulia lagi, namun tidak mengurangi keberadaan dirinya dalam status sebagai peta dan teladan Allah. Kerusakan yang terjadi mencakup banyak aspek dan nilai-nilai moralitas serta kebudayaan manusia.


E.   Status yang Rusak.
Dalam status yang berdosa ini maka saya menggunakan status yang rusak didalam diri manusia, sebab ketika manusia mengalami kejatuhan manusia bukan saja merusak diri, melainkan merusak seluruh sistem nilai kemanusiaannya dihadapan Tuhan Allah. Dalam status yang rusak itulah manusia mulai menyimpang dari kebenaran yang sejati. Kebenaran yang sejati tidak ada lagi didalam diri sebab kebenaran sejati itu sudah rusak dan mengalami distorsi dosa. Suatu hari saya merasa diri saya sudah mandi, setelah mandi saya merasa bersih, tapi ketika saya mulai membersihkan parit maka semua anggota tubuh saya dan saya terserang penyakit, maka inilah namanya rusak kebersihan saya dan mengalami pencemaran lingkungan dalam diri saya, akhirnya saya kena penyakit. Maka saya rusak. Ketika status itu rusak, maka akhirnya inilah sebagai contoh bagi kita sebagai manusia yang telah mengalami status rusak. John Calvin mengatakan “manusia yang telah berdosa telag mengalami kerusakan total”[3] dengan istilah tersebut ia menggambarkan bahwa manusia itu sangat rusak sekali, dalam keadaan status rusak maka manusia merusak hubungan dia sendiri dengan Tuhan Allah.
F.    Kebudayaan dan Agama.
Munculnya kebudayaan ketika manusia membiasakan diri hidup bergaul dengan Tuhan Allah dan alam. Tetapi kita telah melihat kerusakan status akibat dari dosa ternyata merusak sistem kebudayaan manusia antara Allah dan dengan alam juga. Tadinya kebudayaan itu baik, dan sistem perjalanan dari budaya kepada kebudayaan itu baik serta teratur, namun kini telah rusak. Manusia merusak, manusia melawan perintah dari Sang Pencipta. Akibat kerusakan itu maka manusia mulai takut kepada Tuhan Allah dan akhirnya bersembunyi, maka Tuhan datang mencari manusia yang berdosa itu untuk meminta pertanggungjawaban, tetapi mereka tidak bisa, maka Allah mendatangkan kutuk yang sampai hari ini dijalani oleh manusia. Kebudayaan yang telah rusak maka akhirnya manusia berusaha mencari Tuhan Allah dengan bermacam cara untuk mengembalikan hubungan itu kembali, maka manusia menciptakan agama. Pikir manusia dengan adanya agama maka manusia bisa bertemu dengan Tuhan Allah. namun sepanjang sejarah kita telah melihat keadaan manusia yang hidup beragama nyatanya tetap tidak bisa menemukan Tuhan Allah dengan cara itu. Maka akhirnya tidak ada cara lain, sesuai dengan janji-Nya Tuhan Allah (Kej. 3:15), maka Allah mendatangkan Kristus. Dalam Kristus itu Allah sendiri yang datang untuk menjelma menjadi manusia agar manusia bisa bertemu dengan Tuhan Allah. Barangsiapa percaya kepada Kristus maka ia akan bertemu dengan Yesus dan diselamatkan.



[1] Pdt. Dr. Stephen Tong, 2013,  Iman Pengharapan & Kasih dalam Krisis, STEMI, Momentum:Surabaya, hlm 3.
[2] Pdt. Dr. Stephen Tong, 2013, Iman, Rasio & Kebenaran, STEMI, Momentum: Surabaya, Hlm 6.
[3] Pdt. Jenus Junimen, 2013, Dogmatika II, AT-APT: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar