Selasa, 25 Maret 2014

MANUSIA DAN RELASINYA, Oleh Ryan Frinandoe


A.   Manusia.
Manusia ialah salah satu ciptaan Tuhan Allah, manusia yang diciptakan Tuhan Allah memiliki peta dan teladan Allah. Manusia merupakan mahkluk paling indah dari segala ciptaan yang ada didalam alam semesta ini. Manusia yang diciptakan Tuhan memiliki kemiripan dan kemuliaan, sehingga manusia itu indah adanya, banyak mandat yang Allah berikan kepada manusia setelah Tuhan Allah menciptakan alam semesta dan manusia, yaitu mandat untuk menguasai alam semesta. Manusia telah memiliki nilai yang begitu tinggi kini mencapai suatu derajat dimana alam semesta harus takluk kepada perintah manusia, maka manusia dapat dikatakan menjadi wakil Tuhan dibumi ini untuk memelihara segala yang hidup. Manusia bukan saja mendapat bagian yang memiliki kemiripan dengan Tuhan Allah melainkan manusia memiliki bagian dari alam semesta ini, yaitu debu dan tanah, kedua elemen tersebut ada didalam diri manusia sehingga manusia mendapat nilai yang tinggi dimata Tuhan Allah, maka kita menyebut diri kita ini adalah manusia bagian dari Tuhan Allah dalam keilahian Allah yaitu nafas dari Allah yang berguna menjadikan manusia berkomunikasi dengan Tuhan Allah, sedangkan debu dan tanah maka manusia harus menyadari bahwa ia adalah bagian dari alam yang berguna manusia berkomunikasi dengan alam semesta, inilah namanya manusia. Siapakah manusia? Dalam mazmur 8 firman Tuhan memberitahukan kepada kita tentang dimanakah kedudukan manusia dan berapa nilai yang ada pada manusia itu. saat manusia melihat sekitarnya dan ia menengadah ke langit maka ia sadar siapakah saya ini, ketika ia melihat keatas ia tidak menganggap dirinya rendah dari ciptaan Allah yang lainnya, justru ia melihat bintang, bulan matahari, langit, binatang diatas dan dibawah bumi tetap ada dibawah manusia. Maka disinilah manusia menyadari bahwa ia memiliki nilai yang begitu tinggi dari ciptaan Allah yang lainnya.

B.   Sifat Manusia dan Relasinya.
Manusia yang Tuhan ciptakan bukan saja memiliki hak yang sedemikian mulia, melainkan manusia juga memiliki sifat yang membuat manusia itu dapat berinteraksi dengan siapapun. Sifat-sifat apakah yang Allah tanamkan dalam diri manusia? Sifat itu ialah sifat cinta kasih, keadilan dan kebenaran. Manusia tidak dapat memiliki 3 sifat ini jikalau tidak ditanamkan oleh Tuhan Allah, sifat ini saya sebut sifat yang permanen dari Tuhan Allah. 3 sifat ini akan saya bahas dalam ketiga pengertian dengan membaginya menjadi tiga sesuai dengan sifat-sifat yang saya sebutkan.


a.      Sifat Manusia adalah Cinta kasih.
Cinta kasih yang ada diri manusia adalah cinta kasih yang dari Allah, hal sifat ini menggambarkan bahwa Allah itu cinta kasih adanya dan cinta kasih adalah sifat Allah itu sendiri yang diberikan kepada manusia sehingga dari manusia akan tergambar sifat Allah yang sedemikian indah dan mulia, makanya itulah manusia disebut peta dan teladan Allah. Cinta kasih ini diberikan kepada manusia guna untuk manusia memiliki cinta kasih kepada Tuhan Allah dan kepada ciptaan Allah yang lainnya. Inilah manusia yang bersifat cinta kasih.
b.       Sifat Manusia adalah Keadilan.
Allah mencintai keadilan dan membenci ketidakadilan, ini adalah sifat Allah. Sifat keadilan Allah ini ditanamkan didalam diri manusia, sehingga manusia harus memiliki keadilan dalam mengendalikan alam semesta, keadilan yang Allah berikan adalah keadilan yang memiliki sifat kemuliaan untuk mengadili keberadaan alam semesta. Keadilan tidak diberikan kepada binatang agar binatang tidak dapat menjadi hakim atas manusia melainkan manusia harus menjadi hakim bagi segala mahkluk. Sifat keadilan Allah ini menggambarkan bahwa Allah adalah adil, dengan demikian manusia sadar bahwa Allah adalah yang adil dan penuh cinta kasih.
c.       Sifat Manusia adalah Kebenaran.
Cinta kasih, keadilan dan kebenaran adalah sifat Allah yang ada diri manusia, sehingga manusia menjadi manusia yang mulia yang memiliki sifat kebenaran dalam mengendalikan dirinya serta sesamanya.  Kebenaran diberikan kepada manusia adalah bukan kebenaran yang memiliki standar nilai yang rendah melainkan nilai kebenaran yang bernilai tinggi. Sehingga manusia itu mempunyai kebenaran dari Allah dan sifat ini permanen adanya.
            Sifat manusia yang berelasi ini mengakibatkan manusia tidak boleh lepas dari keberadaan dirinya sebagai peta dan teladan Allah. Sebab dengan relasi ini manusia sadar bahwa ada satu oknum yang tertinggi yang lebih besar dari dirinya. Sifat-sifat yang Allah tanamkan dalam diri manusia bukan sifat yang sementara melainkan kekal. Sifat manusia yang berelasi juga menjadikan manusia memiliki suatu kebiasaan untuk dapat mengendalikan alam semesta serta hubungan yang baik dengan Tuhan Allah mengakibatkan manusia disebut manusia yang berbudaya untuk mengetahui jati dirinya.

C.   Manusia Relasinya dengan Tuhan Allah.
Pertamakali manusia bukan berelasi dengan binatang atau sesamanya dan bahkan alam semesta tetapi yang pertamakali itu ialah dengan Tuhan Allah. Ada berbagai percakapan yang terjadi antara Allah dan manusia dan sebaliknya. Relasi Allah dan manusia begitu baik dan terlalu sangat baik adanya, sehingga relasi ini bukan relasi yang biasa saja. Percakapan Allah dan manusia pertama dimana manusia ada adalah melatih manusia bisa berinteraksi dengan ciptaan Allah yang lain juga maka inilah cara Allah mendidik. Sehingga dari setiap tingkah laku yang keluar dari dalam diri manusia itu disebut suatu unsur kebudayaan. Unsur itu demikian berkembang dan manusia menjadikan unsur itu sebagai suatu wujud dari dalam dirinya yang disebut kebudayaan. Sehingga ketika manusia berelasi dengan Tuhan Allah maka disitulah kebudayaan menjadi hadir yang membuat manusia menjadi memiliki kebiasaan untuk berelasi dengan Tuhan Allah. Hal ini tidak boleh lepas dari aspek nilai-nilai relasi manusia dengan Tuhan Allah. Sebab dimana ketika manusia mulai tidak berelasi dengan Tuhan Allah maka disitulah terjadi kerusakan relasi, ini penting untuk direnungkan. Stephen Tong mengatakan didalam bukunya “Melalui relasi manusia dengan Tuhan Allah diri manusia juga harus melakukan penyesuaian sehingga keadilan, kebenaran Tuhan Allah dapat menjadi patokan didalam hidup untuk memperbaiki segala aspek nilai seluruh etika dan moral manusia.”[1]

D.   Manusia Relasinya dengan Sesama.
Tahap pertama manusia berelasi dengan Tuhan Allah, tahap yang kedua manusia berelasi dengan manusia. Para pakar sosiolog mengatakan manusia itu tidak dapat hidup dengan sendirinya, melainkan manusia itu dapat hidup bila ia berelasi dengan sesamanya. Artinya ialah kehidupan manusia itu sama-sama saling melengkapi kekurangan sesamanya yang lain. Dengan demikian Allah menghendaki manusia juga berhubungan dengan sesamanya manusia, agar terjalin cinta kasih yang utuh, keadilan dan kebenaran. Maka manusia bukan saja harus berelasi dengan Tuhan Allah semata-mata melainkan kepada manusia juga. Stephen Tong mengatakan “jika saya senang, saya lakukan kepada orang lain, itu merupakan satu penilaian antara diriku dengan orang lain yang setimpal dan seimbang. Itu suatu keharmonisan, sesuai dengan penilaian manusia yang konsisten dengan suatu ukuran.”[2]
Kehidupan yang indah dan tergambar kebahagiaan itu ketika manusia juga menjalani hakekatnya sebagai manusia yang harus hidup bersama-sama dengan sesamanya. dalam relasi manusia dengan manusia ada satu nilai yang dijunjung tinggi yaitu moral dan nilai-nilai kebenaran itu sendiri, maka kehidupan yang indah dan bahagia itu ada didalam manusia antara manusia. Mengenai sikap manusia terhadap sesama adalah manusia yang didalam masyarakat Malcolm Brownlee mengatakan “dalam masyarakat desa tradisional manusia tidak pernah merasa sendirian. Kewajiban-kewajiban timbal balikmengikat warga desa seorang kepada yang lain. Orang-orang desa tradisional suka bergaul, saling menolong, dan berusaha hidup damai tanpa perbedaan kedudukan atau harta yang menyolok.”[3]


E.   Manusia Relasinya dengan Diri Sendiri.
Tahap yang ketiga manusia memiliki hubungan antara diri dengan dirinya sendiri, jadi bukan saja manusia dengan Tuhan Allah, sesama manusia saja, melainkan juga kepada dirinya sendiri. Apabila saya menggunakan kata esensi maka saya juga membicarakan tentang diri dengan keberadaan diri ini. Ada 3 unsur yang Alkitab berikan kepada kita yang telah menjadikan doktrin adalah tubuh, jiwa dan roh. Ketika unsur ini memiliki suatu komunikasi yang membentuk mengapa manusia harus ada, dalam diri ini jangan kira diri tidak dapat berbicara kepada diri sendiri. Tiga unsur ini menjadi komponen yang menggerakkan manusia berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Ketika kedagingan berbicara maka jiwa pun berbicara, ketika jiwa berbicara maka roh pun berbicara dan bertanya kepada Tuhan apakah layak jikalau saya berbuat ini dan itu Tuhan? Oleh sebab itu inilah namanya esensi diri dengan diri sendiri. Pernah suatu kali saya sedang menggendong anak kecil, anak kecil itu terus menangis ketika saya gendong dia maka ia juga marahnya luarbiasa sama saya lalu saya pukul bokongnya dan ia diam, tapi menangis lagi maka akhirnya saya marah sekali. Setelah saya letakkan dia ditempat tidur, ia diam. Lalu hati saya berkata begini “kamu salah, kamu tidak bisa mengontrol diri, pikiranmu dengan pikirannya tidak sama tetapi otakmu dengan otaknya sama” setelah saya diberitahu begitu saya mengelus-eluskan kepalanya dan minta maaf pada anak kecil itu. disini;ah peristiwa jiwa berperan penting terkhususnya hati ia telah menjadi hakim, maka roh menggerakkan daging saya untuk menyentuh anak itu dan minta maaf. Stephen Tong mengatakan “diri berelasi dengan diri, diri menilai diri, diri mengukur diri, harus melalui suatu standard, dan standard itu sebenarnya adalah standard yang bagaimana? Hal ini perlu kita pikirkan.”[4] Dalam ungkapan Stephen Tong, ia tidak melanjutkan kepada tahap yang bagaimana kita menggunaka suatu ukuran untuk menilai diri, maka saya menjawab ujian darinya “dengan menggunakan standard kebenaran Allah, keadilan Allah, serta sudut pandang Allah memandang manusia. Jika Allah memandang manusia itu berdosa, maka manusia harus sadar bahwa ia berada dalam status berdosa, jika manusia memandang manusia lainnya berdosa maka ia harus menilai dirinya juga manusia berdosa.




[1] Pdt. Dr. Stephen Tong, 2012, Dosa, Keadilan & Penghakiman, LRII, Momentum Surabaya,  Hlm. 8.
[2] Ibid, Hlm. 6.
[3] Malcolm Brownlee, 2004, Tugas Manusia Dalam Dunia Miliki Tuhan, BPK Gunung Mulia: Jakarta, Hlm. 69.
[4] Ibid, Dosa, Keadilan & Penghakiman,  Hlm. 6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar