A.
Manusia.
Manusia ialah salah satu ciptaan Tuhan Allah,
manusia yang diciptakan Tuhan Allah memiliki peta dan teladan Allah. Manusia
merupakan mahkluk paling indah dari segala ciptaan yang ada didalam alam semesta
ini. Manusia yang diciptakan Tuhan memiliki kemiripan dan kemuliaan, sehingga
manusia itu indah adanya, banyak mandat yang Allah berikan kepada manusia
setelah Tuhan Allah menciptakan alam semesta dan manusia, yaitu mandat untuk
menguasai alam semesta. Manusia telah memiliki nilai yang begitu tinggi kini
mencapai suatu derajat dimana alam semesta harus takluk kepada perintah
manusia, maka manusia dapat dikatakan menjadi wakil Tuhan dibumi ini untuk
memelihara segala yang hidup. Manusia bukan saja mendapat bagian yang memiliki
kemiripan dengan Tuhan Allah melainkan manusia memiliki bagian dari alam
semesta ini, yaitu debu dan tanah, kedua elemen tersebut ada didalam diri
manusia sehingga manusia mendapat nilai yang tinggi dimata Tuhan Allah, maka
kita menyebut diri kita ini adalah manusia bagian dari Tuhan Allah dalam
keilahian Allah yaitu nafas dari Allah yang berguna menjadikan manusia
berkomunikasi dengan Tuhan Allah, sedangkan debu dan tanah maka manusia harus
menyadari bahwa ia adalah bagian dari alam yang berguna manusia berkomunikasi dengan
alam semesta, inilah namanya manusia. Siapakah manusia? Dalam mazmur 8 firman
Tuhan memberitahukan kepada kita tentang dimanakah kedudukan manusia dan berapa
nilai yang ada pada manusia itu. saat manusia melihat sekitarnya dan ia
menengadah ke langit maka ia sadar siapakah saya ini, ketika ia melihat keatas
ia tidak menganggap dirinya rendah dari ciptaan Allah yang lainnya, justru ia
melihat bintang, bulan matahari, langit, binatang diatas dan dibawah bumi tetap
ada dibawah manusia. Maka disinilah manusia menyadari bahwa ia memiliki nilai
yang begitu tinggi dari ciptaan Allah yang lainnya.
B. Sifat Manusia dan Relasinya.
Manusia yang Tuhan ciptakan bukan saja memiliki hak
yang sedemikian mulia, melainkan manusia juga memiliki sifat yang membuat
manusia itu dapat berinteraksi dengan siapapun. Sifat-sifat apakah yang Allah
tanamkan dalam diri manusia? Sifat itu ialah sifat cinta kasih, keadilan dan
kebenaran. Manusia tidak dapat memiliki 3 sifat ini jikalau tidak ditanamkan
oleh Tuhan Allah, sifat ini saya sebut sifat yang permanen dari Tuhan Allah. 3
sifat ini akan saya bahas dalam ketiga pengertian dengan membaginya menjadi
tiga sesuai dengan sifat-sifat yang saya sebutkan.
a.
Sifat Manusia adalah Cinta kasih.
Cinta kasih yang ada diri manusia adalah cinta kasih
yang dari Allah, hal sifat ini menggambarkan bahwa Allah itu cinta kasih adanya
dan cinta kasih adalah sifat Allah itu sendiri yang diberikan kepada manusia
sehingga dari manusia akan tergambar sifat Allah yang sedemikian indah dan
mulia, makanya itulah manusia disebut peta dan teladan Allah. Cinta kasih ini
diberikan kepada manusia guna untuk manusia memiliki cinta kasih kepada Tuhan
Allah dan kepada ciptaan Allah yang lainnya. Inilah manusia yang bersifat cinta
kasih.
b.
Sifat Manusia
adalah Keadilan.
Allah mencintai keadilan dan membenci ketidakadilan,
ini adalah sifat Allah. Sifat keadilan Allah ini ditanamkan didalam diri
manusia, sehingga manusia harus memiliki keadilan dalam mengendalikan alam
semesta, keadilan yang Allah berikan adalah keadilan yang memiliki sifat
kemuliaan untuk mengadili keberadaan alam semesta. Keadilan tidak diberikan
kepada binatang agar binatang tidak dapat menjadi hakim atas manusia melainkan
manusia harus menjadi hakim bagi segala mahkluk. Sifat keadilan Allah ini
menggambarkan bahwa Allah adalah adil, dengan demikian manusia sadar bahwa
Allah adalah yang adil dan penuh cinta kasih.
c.
Sifat Manusia adalah Kebenaran.
Cinta kasih, keadilan dan kebenaran adalah sifat
Allah yang ada diri manusia, sehingga manusia menjadi manusia yang mulia yang
memiliki sifat kebenaran dalam mengendalikan dirinya serta sesamanya. Kebenaran diberikan kepada manusia adalah
bukan kebenaran yang memiliki standar nilai yang rendah melainkan nilai
kebenaran yang bernilai tinggi. Sehingga manusia itu mempunyai kebenaran dari
Allah dan sifat ini permanen adanya.
Sifat manusia yang berelasi ini
mengakibatkan manusia tidak boleh lepas dari keberadaan dirinya sebagai peta
dan teladan Allah. Sebab dengan relasi ini manusia sadar bahwa ada satu oknum
yang tertinggi yang lebih besar dari dirinya. Sifat-sifat yang Allah tanamkan
dalam diri manusia bukan sifat yang sementara melainkan kekal. Sifat manusia
yang berelasi juga menjadikan manusia memiliki suatu kebiasaan untuk dapat
mengendalikan alam semesta serta hubungan yang baik dengan Tuhan Allah
mengakibatkan manusia disebut manusia yang berbudaya untuk mengetahui jati
dirinya.
C. Manusia Relasinya dengan Tuhan
Allah.
Pertamakali manusia bukan berelasi dengan binatang
atau sesamanya dan bahkan alam semesta tetapi yang pertamakali itu ialah dengan
Tuhan Allah. Ada berbagai percakapan yang terjadi antara Allah dan manusia dan
sebaliknya. Relasi Allah dan manusia begitu baik dan terlalu sangat baik
adanya, sehingga relasi ini bukan relasi yang biasa saja. Percakapan Allah dan
manusia pertama dimana manusia ada adalah melatih manusia bisa berinteraksi
dengan ciptaan Allah yang lain juga maka inilah cara Allah mendidik. Sehingga
dari setiap tingkah laku yang keluar dari dalam diri manusia itu disebut suatu
unsur kebudayaan. Unsur itu demikian berkembang dan manusia menjadikan unsur
itu sebagai suatu wujud dari dalam dirinya yang disebut kebudayaan. Sehingga
ketika manusia berelasi dengan Tuhan Allah maka disitulah kebudayaan menjadi
hadir yang membuat manusia menjadi memiliki kebiasaan untuk berelasi dengan
Tuhan Allah. Hal ini tidak boleh lepas dari aspek nilai-nilai relasi manusia
dengan Tuhan Allah. Sebab dimana ketika manusia mulai tidak berelasi dengan
Tuhan Allah maka disitulah terjadi kerusakan relasi, ini penting untuk
direnungkan. Stephen Tong mengatakan didalam bukunya “Melalui relasi manusia
dengan Tuhan Allah diri manusia juga harus melakukan penyesuaian sehingga
keadilan, kebenaran Tuhan Allah dapat menjadi patokan didalam hidup untuk
memperbaiki segala aspek nilai seluruh etika dan moral manusia.”[1]
D. Manusia Relasinya dengan Sesama.
Tahap pertama manusia berelasi dengan Tuhan Allah,
tahap yang kedua manusia berelasi dengan manusia. Para pakar sosiolog
mengatakan manusia itu tidak dapat hidup dengan sendirinya, melainkan manusia
itu dapat hidup bila ia berelasi dengan sesamanya. Artinya ialah kehidupan
manusia itu sama-sama saling melengkapi kekurangan sesamanya yang lain. Dengan
demikian Allah menghendaki manusia juga berhubungan dengan sesamanya manusia,
agar terjalin cinta kasih yang utuh, keadilan dan kebenaran. Maka manusia bukan
saja harus berelasi dengan Tuhan Allah semata-mata melainkan kepada manusia
juga. Stephen Tong mengatakan “jika saya senang, saya lakukan kepada orang
lain, itu merupakan satu penilaian antara diriku dengan orang lain yang
setimpal dan seimbang. Itu suatu keharmonisan, sesuai dengan penilaian manusia
yang konsisten dengan suatu ukuran.”[2]
Kehidupan yang indah dan tergambar kebahagiaan itu
ketika manusia juga menjalani hakekatnya sebagai manusia yang harus hidup
bersama-sama dengan sesamanya. dalam relasi manusia dengan manusia ada satu nilai
yang dijunjung tinggi yaitu moral dan nilai-nilai kebenaran itu sendiri, maka
kehidupan yang indah dan bahagia itu ada didalam manusia antara manusia.
Mengenai sikap manusia terhadap sesama adalah manusia yang didalam masyarakat
Malcolm Brownlee mengatakan “dalam masyarakat desa tradisional manusia tidak
pernah merasa sendirian. Kewajiban-kewajiban timbal balikmengikat warga desa
seorang kepada yang lain. Orang-orang desa tradisional suka bergaul, saling
menolong, dan berusaha hidup damai tanpa perbedaan kedudukan atau harta yang
menyolok.”[3]
E. Manusia Relasinya dengan Diri
Sendiri.
Tahap yang ketiga manusia memiliki hubungan antara
diri dengan dirinya sendiri, jadi bukan saja manusia dengan Tuhan Allah, sesama
manusia saja, melainkan juga kepada dirinya sendiri. Apabila saya menggunakan
kata esensi maka saya juga membicarakan tentang diri dengan keberadaan diri
ini. Ada 3 unsur yang Alkitab berikan kepada kita yang telah menjadikan doktrin
adalah tubuh, jiwa dan roh. Ketika unsur ini memiliki suatu komunikasi yang
membentuk mengapa manusia harus ada, dalam diri ini jangan kira diri tidak
dapat berbicara kepada diri sendiri. Tiga unsur ini menjadi komponen yang
menggerakkan manusia berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Ketika kedagingan
berbicara maka jiwa pun berbicara, ketika jiwa berbicara maka roh pun berbicara
dan bertanya kepada Tuhan apakah layak jikalau saya berbuat ini dan itu Tuhan?
Oleh sebab itu inilah namanya esensi diri dengan diri sendiri. Pernah suatu
kali saya sedang menggendong anak kecil, anak kecil itu terus menangis ketika
saya gendong dia maka ia juga marahnya luarbiasa sama saya lalu saya pukul
bokongnya dan ia diam, tapi menangis lagi maka akhirnya saya marah sekali.
Setelah saya letakkan dia ditempat tidur, ia diam. Lalu hati saya berkata
begini “kamu salah, kamu tidak bisa mengontrol diri, pikiranmu dengan
pikirannya tidak sama tetapi otakmu dengan otaknya sama” setelah saya
diberitahu begitu saya mengelus-eluskan kepalanya dan minta maaf pada anak
kecil itu. disini;ah peristiwa jiwa berperan penting terkhususnya hati ia telah
menjadi hakim, maka roh menggerakkan daging saya untuk menyentuh anak itu dan
minta maaf. Stephen Tong mengatakan “diri berelasi dengan diri, diri menilai
diri, diri mengukur diri, harus melalui suatu standard, dan standard itu
sebenarnya adalah standard yang bagaimana? Hal ini perlu kita pikirkan.”[4]
Dalam ungkapan Stephen Tong, ia tidak melanjutkan kepada tahap yang bagaimana
kita menggunaka suatu ukuran untuk menilai diri, maka saya menjawab ujian
darinya “dengan menggunakan standard kebenaran Allah, keadilan Allah, serta
sudut pandang Allah memandang manusia. Jika Allah memandang manusia itu
berdosa, maka manusia harus sadar bahwa ia berada dalam status berdosa, jika
manusia memandang manusia lainnya berdosa maka ia harus menilai dirinya juga
manusia berdosa.